Senin, 04 Januari 2010

Menjadi Pengamat Netral


Untuk mengetahui apa yang menjadi beban dalam perasaan hidup seseorang adalah dengan menjadi pengamat yang netral. Kita tidak langsung merujuk kepada nilai dan normatif yang ada. sehingga apa yang menjadi sikap kebiasaan layaknya "kenginan", "human egoistic" atau penilaian cap untuk seseorang telah dibuang jauh-jauh. Langsung pada contoh disini, dalam tanda kutip "melacur / prostitusi" dalam kacamata masyarakat jelas dipandang sebagai pekerjaan yang hina dan negatif. Karena hal itu kita langsung merujuk kepada nilainya. Jika saja di lingkungan kita kebetulan terdapat individu yang melakukan pekerjaan dalam tanda kutip diatas, terkadang kita langsung memberi penilaian terhadap individunya sebagai pelaku yang hina dan kotor. Bahkan kita melakukan yang lebih dari proses justifikasi yakni punishment padanya atas semau kita. Sebab memang pekerjaan tersebut dinilai negatif dan menyimpang norma susila, sosial dan agama.

Namun apabila kita menjadi pengamat yang netral, kita tidak memandangnya dengan "emotional degree" maupun "nafsu manusiwi" maupun mengarah pada nilai pandang (visual value), kita akan mengetahui lika-liku diri mereka, yang mana pasti tak seorang pun termasuk mereka menginginkan pekerjaan tersebut. Sehingga kalau lah mereka memiliki sebuah pilihan, pilihan yang menentukan job atau karir mereka. Katakan pilihan job sebagai manager bank atau "pelaku prostitusi", ya jelaslah mereka memilih first choice. Pengertiannya bahwa memang tak seorang pun termasuk mereka menginginkan sebuah pekerjaan yang dikatakan menyimpang norma. Karena memang faktor yang menentukan karir seseorang berdasarkan tingkat strata sosial dan perekonomiannya, jelas.

Jadi jika kita menjadi pengamat yang netral terhadap diri mereka, maka kita akan tahu diri mereka yang sesungguhnya, tanpa kita landasi dengan humanity emotional. Dan kita lebih mau bersikap empati bahkan sekaligus solusi yang baik, bukannya mengutamakan judgement dan punishment.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar