Rabu, 05 Maret 2014

Tips n Trick Vokal - Menembak Nada Tinggi

Mengutip pengetahuan dari web Vokal+
Banyak sekali penyanyi terobsesi dengan nada tinggi. Karena memang nada tinggi bisa terdengar “menarik” dan “exciting”. Tapi banyak orang salah persepsi, suara lantang dibilang nada tinggi. Padahal nadanya termasuk biasa, tapi energinya saja yang besar.  OK, jadi sebenarnya bagaimana sih kita melatih nada tinggi, atau bagaimana memperluas range vokal yang kita miliki, ini beberapa tipsnya. Salah satu penyanyi yang kita kenal nada tingginya dahsyat, Judika, bilang kalau suara beliau dulu tidak setinggi sekarang. Bang Judika bilang range vokalnya berubah semakin tinggi karena jam terbang pengalaman. Beliau bertahun-tahun nyanyi reguler di kafe. Masalah jam terbang ini, Mas Once ketika ditanya bagaimana menyanyikan nada tinggi, ia hanya menjawab, “latihan, cari lagu yang menantang”. Jadi kita bisa simpulkan bahwa memang range vokal seseorang bisa meluas kalau dilatih. Karena banyak penyanyi yang memang belum menggunakan range vokalnya secara maksimal. Biasanya karena range atas jarang “dilatih”, dan menjadi kaku.


Bicara teknik vokalnya, kita punya chest voice di nada sedang ke bawah, dan head voice yg tipis di nada tinggi. Di antara keduanya, ada jembatan atau bridge. Bridge ini yang biasanya sulit dinyanyikan, dan cenderung memberikan kita tension. Untuk memperhalus bridge itu, kita bisa melebur chest voice dengan head voice, inilah yang dikenal sebagai mix voice. Jika chest voice beresonansi di rongga mulut dan head voice di rongga hidung, maka mix voice ada di keduanya, jadi “nge-blend”.

Ada beberapa cara melatihnya, tetapi banyak penyanyi sukses mendapat mix voice lewat teknik “pharyngeal” suara cempreng di belakang hidung. Ingat suara Bugs Bunny “hey, wassap doc” itu contoh pharyngeal, sengau dan agak cempreng. Hal tersebut dikenal dengan pharyngeal, karena “penempatan” suaranya di pharynx, letaknya di belakang hidung. Seperti pintu belakang rongga mulut-hidung. Coba kamu bikin suara seperti kucing “Miyaww” dengan suara pharyngeal. Mulai dari tipis dan tinggi, turun ke bawah “mmiyaww”. Sekarang, coba humming nada sedang chest voice, sliding ke atas head voice, tapi jangan ada “patahan” saat melewati bridge. Umumnya agak susah. Tak apa, memang perlu dilatih pelan2. Seperti yang dikatakan Kotak Band, "Pelan-pelan saja". Kemudian dari chest voice, sliding ke atas head voice, bayangkan suara kita lewat di belakang kepala, bukan di depan wajah. Nanti dari pharyngeal voice ini kita belajar koordinasi otot vokal yang memungkinkan penyanyi2 melebur chest dan head voice-nya.

Perhatian: Latihan memperluas range vokal tidak boleh dipaksa sampai sakit ya. Bisa cidera vokalnya. Take it easy. Perhatian juga, coba latih tanpa power, justru latihan nada tinggi dengan power minimal, supaya kontrol saat melewati bridge lebih bagus. Setelah baca penjelasan ini, cek juga video membahas chest-mix-head voice, dan pharyngeal di http://www.youtube.com/watch?v=T1z_AbcaPz8 #vokalplusTV

Yang ini latihan yang agak advance, ketika mencoba jangan dipaksa sampai sakit http://www.youtube.com/watch?v=KIYI0nhrbww  #vokalplusTV . OK singers, penjelasannya segini aja dulu ya.

Selasa, 12 November 2013

Asal Usul Genre Soul melalui Blues.

                
                James Brown
Aretha Franklin

Musik rhythm and blues (R&B) dan musik soul adalah sesuatu yang diyakini berkembang dari kebudayaan musisi berkulit hitam (African-American) di Amerika Serikat. Jika merujuk pada sejarah, musik soul sendiri perkembangannya memang berasal dari Amerika Serikat, di mana akar genre ini dapat ditelusuri dari musik-musik gospel yang sering dinyanyikan di gereja serta musik-musik tradisional Afrika yang berkembang menjadi genre R&B.

Menurut Rock and Roll Hall of Fame, museum yang didedikasikan untuk sejarah musik dan rekaman di Amrik, musik soul adalah musik yang muncul dari gerakan kulit hitam di Amerika Serikat, melalu transmutasi musik gospel serta rhythm and blues menjadi musik yang funky dan enggak identik dengan agama. Ritme yang berulang dan mudah dicerna adalah salah satu kekhasan musik soul. Vokal yang digunakan sangat emosional, dan biasanya sarat improvisasi. Di Amrik sendiri musik ini berkembang pada tahun `50-an sampe `60-an, dan mulai meraih popularitas pada tahun `70-an berkat label rekaman Motown Records yang legendaris.

Musik-musiknya Marvin Gaye, Curtis Mayfield, Stevie Wonder, dan Al Green adalah beberapa musisi soul yang sangat populer di masanya. Kamu juga mungkin kenal dengan James Brown, "The Godfather of Soul", yang membawakan musik soul dengan influence funk yang kental pada tahun `70-an. Soul yang disisipi influence funk, dan juga disco sangat digandrungi pada era ini, diiringi dengan kemunculan band-band seperti Earth, Wind, and Fire, dan Commodores.
Memiliki akar di kebudayaan orang-orang kulit hitam, enggak berarti musik ini menjadi haram bagi orang-orang berkulit putih. Ttahun `60-an banyak artis kulit putih yang mulai bermunculan untuk membawakan genre ini. Nama-nama seperti pelantun lagu "The Look of Love", Dusty Springfield dan Tom Jones adalah contohnya. Mereka inilah artis-artis yang disematkan sebutan sebagai artis "blue-eyed soul".

Blue-eyed soul atau white soul adalah musik soul yang dibawakan oleh artis-artis berkulit putih. Terminologi ini muncul pada tahun `60-an seiring dengan menanjaknya popularitas musik soul di Amerika dan Eropa, serta semakin banyak artis berkulit putih yang mulai mengadopsinya. Istilah ini sampai sekarang masih digunakan pada artis-artis kulit putih yang mengusung genre musik soul.

Seperti genre musik lain, musik soul pun senantiasa berevolusi. Perkembangannya yang kekinian adalah pengaruh musik hip-hop, jazz, dan disco yang cukup kental. Robin Thicke, yang review albumnya bisa kamu simak di halaman belakang adalah salah satu artis blue-eyed soul yang cukup recommended. Pada akhir 2000-an, dalam industri musik pop genre ini entah kenapa didominasi oleh musisi-musisi perempuan, dan kebanyakan justru berasal dari Inggris ketimbang Amrik, negara asal genre musik ini. Nama-nama seperti Natasha Bedingfield, Joss Stone, Adele, Duffy, dan Amy Winehouse adalah deretan artis soul perempuan yang cukup sukses, dan menciptakan fenomena yang disebut "Female British Soul Invasion" di kalangan pengamat musik. Blue-eyed soul, musiknya disebut-sebut lebih pop, dan lebih ear-catchy ketimbang musik soul yang roots-nya. Cocok buat Belia yang pengen berkenalan dengan genre yang satu ini.***
syauqy_belia@yahoo.com dari berbagai sumber.
Rekomendasi beberapa album yang memiliki influence blue-eyed soul buat kenalan dengan genre ini:
"Introducing Joss Stone", Joss Stone (2007)
"Back to Black", Amy Winehouse (2006)
"Rockferry", Duffy (2008)
"The Evolution of Robin Thicke", Robin Thicke (2006)
* Artis-artis lain yang perlu disimak kalo pengen kenalan lebih lanjut: Remy Shand, Dusty Springfield, Tom Jones, Lisa Stansfield, Simply Red, dan George Michael.

(Sumber:Pikiran Rakyat Online)

Kamis, 29 Agustus 2013

Fenomena Déjà vu pada Manusia

Pasti kita semua sudah pernah mengalami yang namanya DE JA VU! kalau ditanya apa itu Deja vu itu adalah sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya, Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton. bahkan lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.
 
Keanehan fenomena Deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau.
 
Berdasarkan Ilmu Psikologi sendiri tentang Deja vu Pada awalnya, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “Optical Pathway Delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
 
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati penyakitnya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.
 
Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.
 
 
 
Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer (kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus) akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu baru atau lama.
 
Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium
Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan menyuruh mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip Deja vu.
 
Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ingatan palsu. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.
 
LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka melupakan kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.

Selasa, 06 Agustus 2013

Kemampuan Performa Beyonce yang Sangat Prima

Mampukah anda bila diminta menyanyi dengan lagu yang temponya cukup cepat. Harus menguasai beberapa koregrafi. Lalu terdapat bagian yang naik lebih dari 3 atau 4 kali overtune. Tidak hanya itu, lagu tersebut juga menuntut nafas yang prima dan syarat dengan nada tinggi terutama full voice. Bila anda wanita, maka kebetulan anda saat itu juga tengah mengandung / hamil 2 bulan. Dan untuk tampil dengan lagu yang nge-beat maka tentunya dituntut banyak bergerak dan prima. Tentunya kalau saya pribadi mungkin sudah kewalahan kelewat pingsan.

Namun faktanya ada juga penyanyi mancanegara yang mampu mengambil semua tantangan diatas. Penyanyi asal Amerika Serikat yang sudah banyak meraih prestasi dalam industri musik populer. Dia lah Beyonce Knowles.
 


Dalam ajang MTV Video Music Awards tahun 2011 di LA, Beyonce menyanyikan lagunya "Love on Top" yang juga masuk nominasi diajang tersebut. Pssst... Ternyata saat tampil ia tengah mengandung anak pertamanya. Tapi dalam video berikut ini, ia bahkan melewati semua keadaan sulit tersebut dengan hebatnya.





Setelah melihat Video Live diatas, berapa kali kah overtune pada reff yang ia nyanyikan ?

Senin, 05 Agustus 2013

Orientasi Seksual dalam Kacamata Psikologi


Orientasi seksual adalah pilihan sosioerotis seseorang untuk menentukan jenis kelamin partner seksualnya apakah dari jenis kelamin yang berbeda atau jenis kelamin yang sama (Galliano, 2003; Lips, 2005). Perlu ditambahkan bahwa pilihan ini tidak melulu berbicara soal hubungan seks, namun juga menyangkut misalnya emosi, perasaan, dan keinginan untuk memiliki pasangan hidup, serta aspek seksualitas yang lebih luas. Orientasi seksual secara garis besar dapat dibedakan menjadi:
  • Heteroseksual, yaitu orang dengan pilihan partner seksual dari jenis kelamin yang berlawanan.
  • Homoseksual, yaitu orang dengan pilihan partner seksual dari jenis kelaminnya sendiri (Masters, 1992)
  • Biseksual, yaitu orang yang tertarik secara seksual baik itu terhadap laki-laki maupun perempuan (Masters, 1992)
Kinsey memperkenalkan skala rating 7 point untuk menjelaskan tentang pengalaman seksual yang tampak dan reaksi dalam individu termasuk fantasi (Masters, 1992).
 
Sementara teori lain juga mencoba menjelaskan model dari orientasi seksual ini, diantaranya adalah model psikoanalitik klasik yang menyatakan bahwa semua orang adalah biseksual atau model yang ditawarkan oleh Storm, yaitu Two-Dimensional-Orthogonal, yang menyatakan bahwa homoerotisme dan heteroertisme dalam diri individu adalah dua hal yang independen. Dalam model ini, homoseksual adalah orang yang memiliki tingkat homoerotisme yang tinggi dan tingkat heteroerotisme yang rendah (McWhirter, 1990).

Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari tahu faktor-faktor penyebab mengapa seseorang memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan yang lainnya. Secara garis besar, terdapat dua teori yang mencoba menjelaskan fenomena tersebut yaitu teori biologis dan teori psikologis.

a. Teori Biologis

Teori ini mempercayai bahwa orientasi seksual dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor hormonal. Kallman, dalam Masters (1992), telah melakukan penelitian terhadap orang-orang kembar dimana salah satunya diidentifikasi sebagai seorang homoseksual. Asumsinya adalah lingkungan prenatal dan postnatal dari dua orang kembar adalah sama sehingga faktor genetik yang menyebabkan homoseksual juga sama sehingga kemungkinan dua orang kembar sama-sama memiliki orientasi seksual homoseksual lebih besar dibandingkan dengan kemungkinan salah satunya homoseksual sementara yang lain heteroseksual. Kallman juga memaparkan bahwa kemungkinan tersebut lebih besar terjadi pada kembar monozygotic (identik secara genetis) dibandingkan pada kembar dizygotic, yaitu kembar yang tidak identik secara genetis (Allgeier, 1991). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Zuger dan Heston & Shields ternyata tidak menunjukkan hasil yang sama sehingga teori ini tidak digunakan lagi (Masters, 1992).

Beberapa tipe penelitian yang berbeda telah mengarahkan banyak ahli untuk membuat spekulasi dari kemungkinan adanya faktor hormonal yang menyebabkan homoseksualitas (Masters, 1992). Pertama, dokumentasi dari penelitian yang dilakukan oleh Dorner, Money dan Ehrhardt, dan Htchison, mengungkapkan bahwa pemberian treatmen hormonal pada saat prenatal dapat mengarahkan kepada pola perilaku homoseksual pada beberapa spesies binatang (Masters, 1992). Kedua, beberapa temuan menunjukkan bahwa kekurangan hormon seks pada saat prenatal mungkin dapat diasosiasikan dengan homoseksualitas. Contoh kasusnya adalah penelitian (Ehrhardt, Evers, dan Money; Money dan Schwartz) terhadap perempuan dengan adrenogenital syndrome -yaitu kekurangan hormon androgen pada masa prenatal- mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi seorang lesbian. Ketiga, perhatian yang sangat besar difokuskan pada perbandingan jumlah hormon pada orang dewasa yang homoseksual dan heteroseksual. Sementara beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Meyer-Bahlburg dan Tourney menunjukkan bahwa laki-laki homoseksual memiliki testoterone yang lebih sedikit dan estrogen yang lebih banyak, dan satu penelitian lain menemukan bahwa kadar testosterone yang tinggi pada perempuan lesbian dibandingkan pada perempuan heteroseks, penelitian-penelitian lainnya justru gagal menunjukkan asumsi ini (Masters, 1992). Salah satu keterbatasan teori ini dicontohkan pada pemberian treatment hormon seks pada homoseksual dewasa yang ternyata tidak mengubah orientasi seksual mereka.

Penelitian terakhir mengenai faktor biologis dalam pembentukan orientasi seksual dilakukan oleh Simon LeVay (Rice, 2002) yang menemukan sekumpulan syaraf dalam hypothalamus laki-laki heteroseksual ukurannya tiga kali lebih besar dibandingkan dengan yang dimiliki oleh laki-laki homoseksual dan perempuan heteroseksual. Namun, hasil penelitian ini menimbulkan pertanyaan: Apakah kumpulan syaraf yang lebih kecil itu yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual atau justru sebaliknya, kehomoseksualan seseorang yang menyebabkan ukurannya mengecil? Penelitian yang lain menunjukkan bahwa syaraf-syaraf berubah dalam merespon suatu pengalaman. Hipotesis lain menyatakan mungkin ada faktor lain yang tidak diketahui yang menyebabkan baik itu homoseksualitas maupun perbedaan ukuran syaraf.


b. Teori Psikologis

Berbeda dengan teori biologis, teori psikologis mencoba menerangkan faktor penyebab homoseksualitas bukan dari aspek fisiologis. Freud percaya bahwa homoseksualitas adalah hasil perkembangan dari predisposisi biseksual yang terdapat dalam diri semua individu. Freud memiliki pemikiran bahwa setiap orang memiliki kecenderungan homoseksual yang bersifat laten, dan Freud percaya, bahwa dalam kondisi tertentu, misalnya saja continuing castration anxiety pada laki-laki, perilaku homoseksual mungkin akan muncul pada usia dewasa (Masters, 1992).

Bibier meneliti fenomena homoseksual ini dari sisi latar belakang keluarga. Penelitiannya menemukan bahwa kebanyakan dari homoseksual laki-laki memiliki ibu yang overprotective dan dominan, serta ayah yang lemah atau pasif. Pola keluarga seperti ini tidak ditemukan pada subjek heteroseksual (Masters, 1992). Bibier menamakan teorinya dengan triangular system, yaitu seorang homoseksual laki-laki secara tipikal adalah anak yang kelebihan intimasi, adanya ibu yang mengontrol, dan ayah yang ditolak (Allgeier, 1991). Sementara Wolf menemukan bahwa diantara 100 lesbian yang dibandingkan dengan perempuan heteroseksual, karakteristik orangtua mereka yang menonjol adalah penolakan terhadap ibu dan kurang atau tidak adanya peran ayah. Wolf mempercayai bahwa homoseksualitas dalam perempuan muncul karena penerimaan kasih sayang yang tidak adekuat dari ibu kepada anak perempuannya, yang mengarahkan anak perempuannya untuk mencari kasih sayang dari perempuan lain (Masters, 1992). Penelitian lain yang dilakukan oleh Robinson, Skeen, Flake-Hobson, dan Herman pada tahun 1982 dan melibatkan 322 orang homoseksual laki-laki dan perempuan menunjukkan hasil bahwa 2/3 responden menyatakan bahwa hubungan mereka dengan ayah adalah sangat memuaskan atau memuaskan. Tiga per empat responden menyatakan bahwa hubungan mereka dengan ibu sangat memuaskan atau memuaskan. Sekitar 64% responden merasa bahwa mereka selalu disayangi oleh ibunya, namun hanya 36% yang merasakan bahwa mereka selalu disayangi ayah mereka. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa hubungan dalam keluarga mungkin merupakan latar belakang dari orientasi seksual seseorang, namun tidak bisa digeneralisir pada semua kasus (Rice, 2002).

Sementara McGuire, Gagnon dan Simon, Masters dan Johnson, berpegang pada teori psikososial yang mengungkapkan bahwa homoseksualitas adalah fenomena yang dipelajari (Masters, 1992). Pengkondisian psikologis diasosiasikan dengan reinforcement atau punishment pada awal perilaku seksual (dan juga pikiran dan perasaan yang menyangkut seksualitas) yang mengontrol proses terbentuknya orientasi seksual. Pandangan behavioral ini juga menjelaskan mengapa beberapa orang heteroseksual menjadi homoseksual pada masa dewasa mereka, yaitu jika seseorang mendapatkan pengalaman heteroseksual yang tidak menyenangkan kemudian dikombinasikan dengan pengalaman homoseksual yang bersifat menyenangkan, dapat mengarahkan seseorang menjadi homoseksual. Observasi yang dilakukan Grundlach terhadap perempuan korban perkosaan laki-laki yang akhirnya menjadi lesbian, mendukung pendapat ini (Masters, 1992).

Penelitian yang melibatkan 686 laki-laki homoseksual, 293 perempuan homoseksual, 337 laki-laki heteroseksual, dan 140 perempuan heteroseksual, tidak dapat menemukan pendukung yang kuat bagi teori-teori psikoanalisis, teori belajar sosial, atau teori sosiologis lainnya, sehingga mereka membuat kesimpulan bahwa homoseksualitas pasti memiliki dasar biologis. Kesimpulan lainnya adalah bahwa tidak ada yang mengetahui secara pasti faktor-faktor yang menyebabkan homoseksualitas (Rice, 2002).

Tentu saja, bukan hanya psikologi yang mencoba menggali homoseksualitas ini, teori-teori sosial lain juga banyak yang mencoba mengkaji homoseksualitas dengan cara mereka masing-masing. Untuk mengetahui jawaban mengapa seseorang (menjadi) homoseksual, kita harus menemukan jawaban, mengapa seseorang (menjadi) heteroseksual, tentu dengan metode ilmiah, karena jika menggunakan alibi “kodrat”, selsesai sudah. Yang menjadi catatan penting adalah bahwa American Psychiatric Assosiation telah menghapuskan homoseksual dari daftar gangguan kejiwaan pada tahun 1974 dengan tidak mencantumkannya dalam DSM III dan diamini oleh WHO pada tahun 1992. Demikian juga dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa yang menjadi pegangan psikiater dan psikolog di Indonesia. 


Beberapa referensi yang dapat menjadi rujukan mengenai orientasi seksual :

Allgeier, E.R. & Allgeier, A.R. 1991. Sexual Orientation (3rd edition). Canada: D.C. Heat and Company.

Galliano, G. 2003. Gender : Crossing Boundaries. Canada : Wadsworth/ Thomson Learning

Lips, H.M. 2005. Sex and Gender : An Introduction (5th edition). New York : McGraw-Hill

Masters, W.H., Johnson, V.E., Kolodny, R.C. 1992. Human Sexuality (4th edition). USA : HarperCollins Publisher.

McWhirter, D.P., Sanders, S.A., June, M.R. 1990. Homosexuality/ Heterosexuality : Concept of Sexual Orientation. New York : Oxford University Press.


Source : http://galinkholic.blogspot.com/2011/07/orientasi-seksual-dalam-kacamata.html

Rabu, 24 Juli 2013

Seperti Apakah Proses Operasi Plastik?

Sebenernya penulis memposting ini tidak bermaksud menjelek-jelekkan orang korea. Karena saya pun tahu pada dasarnya rata-rata orang disana, aslinya tidak seperti gambaran personel Kpop yang terbilang cantik & ganteng menurut banyak fansnya. Hahaha. Sorry, yang saya maksudkan hanya memberi info bagi para pembaca. Bagaimana sih proses operasi plastik? Mulai dari mengubah bentuk hidung dengan Rhinoplasty hingga mengubah bentuk tulang rahang menjadi V-line dengan Jaw bone reduction, kelihatannya itu semua lazim dilakukan di Korea Selatan sana.

Sorry to say, menurut saya orang korea rata-rata aslinya biasa aja tapi bukan berarti mereka aslinya tidak ada yang cakep loh ya, karena sebenarnya banyak juga yang dari lahirnya tidak oplas alias cakep dari lahir. Namun dengan info seputar oplas ini mungkin ada baiknya kita mempertimbangkan untuk menghargai ciptaan tuhan yang sesungguhnya sudah indah. Menghargai ciptaanNya bukan berarti tidak merawatnya loh ya.



Ini dia proses Plastic surgery yang lazim dilakukan oleh masyarakat negara ginseng.


1. MATA

1.1 Double Eyelids (lipatan mata)

Karena jarang sekali ditemukan warga korea yang punya double eyelid (bersyukur ya jadi orang indonesia o_o ) , maka double eyelid surgery merupakan salah satu pilihan yg cenderung lebih aman dan cepat untuk mendapatkan efek mata lebih besar. Langkah-langkahnya seperti gambar dibawah.


Pertama polanya ditentukan dan digambar.




  Kemudian polanya disayat melalui pisau bedah supaya dapat double eyelid.






Salah satu hasilnya.








1.2 Epi Canthoplasty
Yaitu memperbesar mata dengan cara mengekspansi kelopak mata ke arah vertikal, maksudnya? Coba lihat aja gambar ini.







Proses pembedahan
Dengan epi-c, mata bisa dibuat sebesar (sebelo) mungkin, hasilnya lebih besar ketimbang hasil double eyelid, kalau eyelid tidak perlu mereduksi tulang mata. Nah untuk epi-c kalau matanya terlalu kecil, bisa sampe mengikis paksa tulang mata (prosedur ini yg kerapkali dilakukan artis/aktor korea).


1.3 Latheral Canthoplasty
yaitu memperbesar mata dengan cara memperlebar mata ke arah horizontal, seperti apa , lihat gambar dibawah.
 

Contoh hasilnya

 
1.4 Multilateral 
Multilateral adalah gabungan dari epi-c dan lateral-c, yaitu memperlebar mata ke arah horizontal juga ke arah vertikal plus double eyelid, seperti yg dilakukan salah satu artis, Park Min Young.


Contoh hasilnya


Double eyelid membutuhkan waktu pengoperasian selama 10 menit, sedangkan multilateral, epi-c dan lateral-c membutuhkan waktu 30 menit dengan waktu pemulihan 2 minggu. 



2. HIDUNG


2.1 Memancungkan Hidung

Sebagian besar orang korea memiliki tulang hidung rendah, hingga mereka menginginkan tulang hidung tinggi, seperti yang dibahas sebelumnya, bahwa standar kecantikan Korea look alike a doll, yang berkiblat pada kecantikan barat. Prosedurnya yaitu dengan menyisipkan implan tulang baru, berupa silikon atau dari tulang imitasi yang dikembang-biakkan dari tulang rawan pasien sendiri. Kadang diantara kita ada yang berpikir, kenapa hidung orang korea, terutama artis/aktornya mancung alami, salah satu jawabannya karena mereka tidak menggunakan silikon sebagai implan, tapi dari tulang mereka sendiri. Sehingga mau dicubit sekeras apapun tak bakal ketahuan, atau kepanasan juga tak bakal meleleh, toh implannya dari tulang sendiri.

  

Proses implantasi Silikon

 
2.2 Membuat hidung lebih panjang
Apa yg dimaksud dengan short-snub nose? yaitu istilah bagi rhinoplasty untuk "memperpanjang" ukuran hidung, kita tahu bahwa orang asia rata-rata  memiliki tulang hidung yang pendek, seperti halnya pembahasan diatas yaitu teknik yang dilakukan yakni dengan menyisipkan implan dari tulang rawan nasal septum si pasien ke hidungnya. Contoh perbedaan hasilnya dapat dilihat pada gambar.


2.3 Mengecilkan Nostril hidung
Blunt tipe adalah tipe hidung yg kita kenal dengan hidung besar dan lebar, untuk memperkecil ukuran hidung, orang korea menggunakan teknik "ukir", maksudnya apa teknik ukir itu? yaitu tulang alar kartilago hidung diukir hingga bentuknya menjadi lebih lancip, kemudian tisu lemak yang tidak diperlukan dihilangkan (coba lihat langkah ke-2 pada gambar), dan kedua tulang dijahit (lihat langkah ke-3).



2.4 Meluruskan tulang hidung yang bengkok 
Teknik operasi ini tak lagi asing di dunia kedokteran barat, karena teknik ini memang dilakukan tidak hanya oleh orang korea, namun beberapa aktris Hollywood pun melakukannya (di barat masih terbatas, tidak seumum di korea). teknik yang dilakukan yaitu dgn mengabrasi/mengikis tulang hidung. 



3. RAHANG


Publik korea sangat mengagung-agungkan wajah kecil. Kenapa ya? Kalau anda pecinta drama korea mungkin ingat, orang korea suka memuji orang dengan wajah kecil. Wajah kecil? apa maksudnya? Nah jadi wajah kecil adalah istilah untuk bentuk wajah V-line.


Kenapa mereka terobsesi wajah yang kecil (v-line)? Karena ras korea menurut penelitian dari struktur rahang, kebanyakan memiliki rahang kotak (square) dan bulat (rounded), lebar dengan tulang pipi yang menonjol. Seperti halnya hukum ekonomi, makin langka maka makin banyak diinginkan. Itulah alasan mengapa mereka rela 'sakit' demi mendapatkan wajah yang sempurna


Dalam dunia medis, istilah ini dikenal dengan operasi Jaw bone reduction / mandibular reduction (pengurangan tulang rahang) dan zygoma/cheek bone reduction (pengurangan tulang pipi), Apa sih jaw bone dan cheek bone itu? jaw bone adalah tulang yg membuat rahang kotak dan zygoma adalah tulang yang membuat pipi menonjol dan wajah "lebar".



Proses pembedahan ekstrim mandibular reduction

Dan berikut contoh hasilnya.



Senin, 22 Juli 2013

Mengenal Lebih Dekat Shadow dalam Diri Anda? (Perspektif Jungian)

To own shadow is to be responsible of (whether or not we like it).”
-Jung, A Very Short Introduction-

Kenapa dunia selalu penuh dengan kejahatan? Kenapa dunia selalu penuh dengan prasangka terhadap orang lain? Seberapa pun banyaknya para pembela kebajikan, kejahatan itu tetap ada. Begitu juga dengan prasangka terhadap kelompok lain yang semakin hari menggrogoti hati manusia dengan insecurity dan hatred.


Manusia memiliki dua sisi didalam dirinya. Yang pertama adalah persona. Persona adalah topeng yang kita pakai sehari-hari, sebagai seorang mahasiswa, sebagai wanita karir, sebagai pengusaha sukses, sebagai pengangguran. Persona adalah topeng yang mengikuti tuntutan sosial, dan topeng sebagaimana kita ingin orang lain melihat kita. Atau dengan kata lain persona adalah social archetype atau conformity archetype. Persona terbentuk sejak masa kecil melalui ekspektasi orang tua, guru, atau teman-teman, dan akhirnya menjadi suatu bentuk ‘tampilan’ akibat proses learning, sedangkan sisanya (tingkah laku yang tidak mendapat penguatan sosial) menjadi tersembunyi atau direpresi dalam ketidaksadaran dan menjadi sisi yang bersebelahan dengan persona. Namun persona, seperti juga asal katanya ‘personne‘ yaitu topeng yang biasa dipakai aktor pada masa Yunani Kuno, bukanlah Diri yang sebenarnya.

Sisi yang bersebelahan dengan persona adalah shadow. Berbeda dengan persona yang terletak pada kesadaran manusia, shadow berada pada alam ketidaksadaran. Shadow bersifat seperti kegelapan yang selalu mengikuti, yang tidak diinginkan, yang terkadang dihiraukan, namun tetap ada. Seperti bayangan yang tidak bisa terlepas dari obyeknya. Shadow yang dihiraukan kemudian muncul dalam bentuk mimpi, terkadang mimpi yang bersifat hostile, penuh kemarahan, dan ketakutan. Di dalam shadow berisi hal-hal yang ingin kita hindarkan, keinginan-keinginan yang bertentangan dengan norma sosial.

Yang paling penting begitu juga paling berbahaya dari shadow adalah archetype of enemy, predator, or evil stranger. Archetype ini muncul sejak tahun pertama manusia hidup, ketika ibu mendekati bayi maka bayi sudah mulai berpikir mengenai attachment, ia merasa nyaman atau sebaliknya merasa takut dan defensif ketika didekati oleh orang yang tidak ia kenali. Mulai dari sinilah seorang bayi, pada spesies apapun, sudah bisa membedakan antara teman atau lawan. Haruskah penerimaan atau penolakan untuk melindungi dirinya. Ini adalah shadow complex.

Shadow tetap berada pada diri seseorang melalui dua representasi yang telah ditanamkan melalui indoktrinasi sosial, yaitu perbedaan in-group dengan out-group, atau setan/iblis sebagai musuh yang harus diperangi. Setiap manusia memilikinya sebagai suatu kesatuan utuh. Kebaikan dan kejahatan didalam dirinya yang tidak bisa dipisahkan. Konsep ini bukanlah hal baru, namun bisa kita lihat dalam cerita-cerita, misalnya Dr. Jekyl and Mr Hyde, dan tuhan pada perjanjian lama yang membinasakan sekaligus mencintai umatnya.

Kita, sebagai manusia utuh, memiliki kebaikan dan kejahatan pada satu tubuh secara bersamaan. Namun ada yang dimunculkan ke-kesadaran dan ada yang berada dibalik kesadaran itu sendiri. Ketika suatu ancaman muncul, manusia memiliki sistem pertahanan diri (ego defense-mechanism), yaitu represi, penyangkalan, dan proyeksi. Ancaman itu kemudian di represi kedalam ketidaksadaran, disangkal keberadaannya, – walaupun disangkal tetap saja ada – sehingga seseorang memproyeksikan kepada orang lain.


Hal ini menjelaskan mengapa timbul prasangka dan kebencian kepada kelompok lain. Kebencian yang direpresi dan disangkal timbul dalam bentuk baru sebagai mekanisme diri yaitu membenci orang lain, dan menjadikan orang lain sebagai the devil yang sah-sah saja untuk dibenci, untuk dimusuhi, atau lebih lagi untuk dimusnahkan. Seperti Hitler pada holocaust atau dalam konflik antar etnis pada beberapa suku di Indonesia yang menewaskan ribuan orang.
 
Untuk menyelesaikan mekanisme diri yang secara otomatis dilakukan manusia ini, seseorang harus berani melihat kedalam shadow-nya. Hal ini dikatakan sulit, karena didalam shadow tersimpan semua hal yang tidak diinginkan, rasa malu, perasaan bersalah, rasa benci, dll. Namun, Jung melanjutkan, seberapa sakitnya seseorang harus melihat kedalam shadownya, hal tersebut sangat diperlukan. Karena didalam shadow terletak banyak kekuatan psychic yang membantu manusia mencapai keutuhan (wholeness).
 
Keutuhan terletak pada The Self (dengan kapital S), yaitu tujuan dari eksistensi yang sudah tercetak didalam blue print genetis spesies manusia. The Self mungkin serupa dengan konsep Brahma pada agama Hindu. Makna hidup manusia yang paling dalam, suatu fungsi transenden. Tidak heran kita bisa menemukan seni dan agama pada setiap kebudayaan universal yang menandakan bahwa manusia mencoba mencari sosok tuhan – yang sebenarnya sudah berada didalam dirinya sendiri (Self).

Jadi…
Sudahkah kamu mengatasi shadow-mu? Mungkin jika ada waktu untuk merefleksikan, lihatlah kedalam diri. Jika kamu adalah orang yang cepat marah, cepat benci, cepat prasangka, suka gosip yang ngejelekin orang, uhmm dibandingkan ngurusin orang lain, prasangka yang engga-engga terhadap out-group, akan lebih baik waktu yang berarti ini digunakan untuk melihat kedalam dirimu sendiri. Sekalian turut menciptakan ‘a better world, full of peace’.

“The devil is in you. Do you want to cope it, or simply project it over and over unto the never-ending cycle of prejudice to others? You choose!” (Lora)