Selasa, 05 Januari 2010

Kesederhanaan Secangkir Kopi


Mungkin diantara kita banyak yang menganggap rendah setiap hal yang sederhana dan kita terbiasa menomersatukan hal yang komplikasi. Namun secangkir kopi memberikan saya sebuah persepsi lain.
Suatu sore saya menyempatkan diri untuk menyeruput secangkir kopi yang saya seduh sendiri. Secangkir kopi adalah suatu hal yang sederhana, dimana kafein adalah substansi efek yang utama didalamnya. Namun secangkir kopi dapat membuat saya tertahan tidak tidur selama semalaman. Ini memberikan persepsi bahwa ketika kita memasukkan kedalam diri kita suatu hal yang sederhana, maka kesederhanaan akan memberikan efektivitas tersendiri bagi kita sebagai objek/subjek yang kita sebut sebagai kompleksitas. Baik kita sadari atau tidak bahwa dalam kehidupan, kompleksitas yang kita rasakan sebenarnya bisa bermula dari hal yang sangat sederhana.


efektivitas
KESEDERHANAAN ------------------>> KOMPLEKSITAS
materi/nonmateri materi/nonmateri

Senin, 04 Januari 2010

Menjadi Pengamat Netral


Untuk mengetahui apa yang menjadi beban dalam perasaan hidup seseorang adalah dengan menjadi pengamat yang netral. Kita tidak langsung merujuk kepada nilai dan normatif yang ada. sehingga apa yang menjadi sikap kebiasaan layaknya "kenginan", "human egoistic" atau penilaian cap untuk seseorang telah dibuang jauh-jauh. Langsung pada contoh disini, dalam tanda kutip "melacur / prostitusi" dalam kacamata masyarakat jelas dipandang sebagai pekerjaan yang hina dan negatif. Karena hal itu kita langsung merujuk kepada nilainya. Jika saja di lingkungan kita kebetulan terdapat individu yang melakukan pekerjaan dalam tanda kutip diatas, terkadang kita langsung memberi penilaian terhadap individunya sebagai pelaku yang hina dan kotor. Bahkan kita melakukan yang lebih dari proses justifikasi yakni punishment padanya atas semau kita. Sebab memang pekerjaan tersebut dinilai negatif dan menyimpang norma susila, sosial dan agama.

Namun apabila kita menjadi pengamat yang netral, kita tidak memandangnya dengan "emotional degree" maupun "nafsu manusiwi" maupun mengarah pada nilai pandang (visual value), kita akan mengetahui lika-liku diri mereka, yang mana pasti tak seorang pun termasuk mereka menginginkan pekerjaan tersebut. Sehingga kalau lah mereka memiliki sebuah pilihan, pilihan yang menentukan job atau karir mereka. Katakan pilihan job sebagai manager bank atau "pelaku prostitusi", ya jelaslah mereka memilih first choice. Pengertiannya bahwa memang tak seorang pun termasuk mereka menginginkan sebuah pekerjaan yang dikatakan menyimpang norma. Karena memang faktor yang menentukan karir seseorang berdasarkan tingkat strata sosial dan perekonomiannya, jelas.

Jadi jika kita menjadi pengamat yang netral terhadap diri mereka, maka kita akan tahu diri mereka yang sesungguhnya, tanpa kita landasi dengan humanity emotional. Dan kita lebih mau bersikap empati bahkan sekaligus solusi yang baik, bukannya mengutamakan judgement dan punishment.

Melihat Pribadi yang Asli Dalam Ruang Kematian

Yang masih diketahui selama ini, "ruang kehidupan" hanya mengenal dua dimensi, dimensi ruang dan waktu. Ketika terakhir kalinya si Einstein memperkenalkan waktu sebagai dimensi kepada masyarakat dunia. Namun sadarkah, masih banyak kemungkinan adanya dimensi lain selain dua dimensi yang saat ini dikenal.
Saat ini tak akan menulis, dimensi apa yang ada dalam ruang kehidupan, selain ruang dan waktu? Namun seperti apakah diri pribadi yang ada dalam ruang kematian? Dalam hidup dari lahirnya pribadi ini, kita sudah diperkenalkan adanya objek materi, adanya budaya, adanya keyakinan, adanya ragam dan warna-warni kehidupan. Namun ketika diri kita berada dalam ruang kematian, segalanya tidak akan berguna, termasuk pakaian, budaya dan materi yang sebenarnya hanya tempelan dan hiasan belaka.
Nenek moyang terdahulu telah mempelajari objek kehidupan, pengetahuan dan menciptakan sebuah budaya yang mungkin masih kita gunakan, tapi dalam ruang kematian, yang telah dilihat dan rasakan itu tak lain hanyalah tempelan belaka. Sebab yang asli dalam diri manusia hanyalah "kesadaran". Sebelum diri kita menjadi jabang bayi dan setelah fisik ini mati, kita tetaplah sadar bahwa kita sadar, namun yang tidak bisa dibawa oleh kesadaran seutuhnya adalah kapasitas memori (ingatan). Ingatan hanya tidak seutuhnya dianggap oleh kesadaran. Why? sebab kesadaran hanya mengenal diri yang saat ini, bukan saat lalu dan masa depan. Walaupun diri pribadi mempunyai daya ingat terhadap peristiwa masa lalu.
Semesta memiliki kesadaran yang tak terhingga dan individu ini adalah bagian dari kesadaran tak terhingga yang bisa disebut sebagai kesadaran kecil. Sehingga tanpa perlu berusaha kita mereka-reka pendeskripsian individu dalam ruang kematian, individu tetaplah hanya sebuah "kesadaran".

Intensitas Empati dan Sugesti


Empati didasarkan pada arah pandangan subjektif yang mendobrak apa yang dirasakan orang lain. Tanpa menggunakan dogma aritmatika, siapapun bisa melakukan proses empati. Karena empati hanya berdasarkan pada feeling dan kepribadian dan realitas sosial. Tanpa memandang dan menilai dari sudut status sosial dan point-point lainnya, empati dapat dilakukan secara bebas dan kontinuitas. Akan tetapi yang harus dijadikan prinsip dasar adalah pelaku harus menjadi posisi yang netral, tanpa value positif maupun negatif dan tidak bersikap menjustifikasi.

Sugesti merupakan tindakan ego yang berpengaruh terhadap perilaku materi maupun nonmateri. Tanpa didasarkan pada nilai positif maupun negatif, kesimpulannya posisi netral. Dalam hal ini dilakukan sebagai proses pengalihan titik individu yakni perilaku, daya pikir, perasaan dan pengaruh mentalitas.

Be Your Guide


Jika seseorang bertanya pada diri saya bahwa siapakah seseorang yang menjadi panutan saya? Dengan jelas saya katakan bahwa diri saya lah yang merupakan panutan. Akan lebih baik, apabila kita menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri atau memiliki kepercayaan pada diri kita. Dalam hal ini, bukan berarti kita egois dalam rasa kepeceryaan terhadap orang lain dan bukan memberi pengertian bahwa kita tidak bisa menjadi individu yang lebih baik. Akan tetapi, seberapa besar kita kita mampu menghargai keberadaan kita saat ini. Banyak individu mungkin menjadikan orang lain sebagai panutannya. Orang lain tersebut digambarkan sebagai figur yang lebih baik dari dirinya. Tapi, sadarkah dalam hal itu, ia sudah terikat oleh persepsinya. Terikat dalam berpikir dan bertindak. Ia merasa bahwa ia belum sehebat atau eksisnya rendah daripada sisi panutannya. Maka, sadar maupun tidak, ia terus terbelenggu oleh kepercayaan bahwa sisi panutannya selalu yang terhebat dari dirinya. Terkadang hal tersebut bisa menciptakan pesimisme dan skeptisisme pada ruang individu. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa diri kita saat ini sudah memiliki keadaan apa adanya dan menghargai kemampuan kita. Namun keinginan untuk lebih mampu lagi tetaplah ada. Mulai saat ini, kita bisa menghargai "kekinian" kita dan tidak seharusnya kita terpaku pada rasa "kekurangan" yang ada.
Anda adalah panutan anda, tapi sikap bijaksana tetaplah eksistensi dari seorang panutan anda. Enjoy yourself, receive yourself.